1. PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN PERSONAL
A. Penyesuaian diri
Penyesuaian diri alih
bahasa dari adjustment. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lazarus (1961),
adjustment involves reaction of the person to demand imposed upon him.
(Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka
Cipta)
Demikian pula pendapat
Thorndike dan Hogen yang disitir oleh Mustafa Fahmi (1977) sebagai berikut:
penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mendapatkan ketentraman
secara internal dan hubungannya dengan dunia sekitar. (Sundari, Siti. 2005.Kesehatan
Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta)
Maka dapat disimpulkan
bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu sebagai reaksi atas penanganan
dalam menghadapi tekanan yang dibebankan dari orang lain dan lingkungan sekitar
untuk mencapai kedamaian dan ketentraman secara internal maupun eksternal serta
menjalin hubungan baik dengan lingkungan sekitar dan komponen – komponen
pendukung didalamnya.
Berdasarkan beberapa
definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu
agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya.
Scheneiders (1964: 51)
mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment)
ditandai dengan:
1. pengetahuan dan tilikan
terhadap diri sendiri,
2. obyektivitas diri dan
penerimaan diri,
3. pengendalian diri dan
perkembangan diri,
4. keutuhan pribadi,
5. tujuan dan arah yang
jelas,
6. perspektif, skala nilai
dan filsafat hidup memadai,
7. rasa humor,
8. rasa tanggung jawab,
9. kematangan respon,
10. perkembangan kebiasaan
yang baik,
11. adaptabilitas,
12. bebas dari
respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental),
13. kecakapan
bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain,
14. memiliki minat
yang besar dalam bekerja dan bermain,
15. kepuasan dalam
bekerja dan bermain, dan
16. orientasi yang
menandai terhadap realitas.
Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri
yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya,
kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri
sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan
memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat
memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan
energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang
artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai
situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang
dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam
lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan
artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan
puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi
selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi
dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan
lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan
gejala menyimpang.
Variasi Penyesuaian Diri
Schneiders (1964: 429)
mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap
setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana
individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya,
bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi
penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi
penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan
berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih
penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu:
·
Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
·
Penyesuaian sosial (Social Adjustment)
·
Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment)
·
Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).
B. Penyesuaian Personal
Manusia merupakan
makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya
spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara
umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak
hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai
kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial
tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan
tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang
panjang.
Setiap individu pasti akan
mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan
proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan
sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga
adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga.
Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma
tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan
hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun
terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi
pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki
naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang
berada disekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu
individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma
yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu
pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan
masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka
lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi
kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal
suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan
terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Faktor – faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu:
- Faktor Genetik
- Faktor keturunan
- Bersifat tetap atau tidak berubah
- Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
- Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal
Dari semua
faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti
keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu.
Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran asosiasi
perubahan terhadap
seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri
(kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan)
maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah
proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal
sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari
lingkungan yang ada.
c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses
sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial
kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting
untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan
berguna untuk sesamanya.
Contoh : Saat seorang mahasiswa mengalami masalah mengenai penurunan
nilainya. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya
dengan malakukan hobinya contohnya dengan bermain bola.
2. STRESS
A. Arti penting stress
Stress adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang
individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait
dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak
pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum
rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Stres
tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena
stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi
hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja
yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang
menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari
pekerjaan mereka.
Stress
bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan,
atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat
berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai
tujuan.Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap
permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak
implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.
GAS (General Adaptation Syndrom) merupakan respon fisiologis
dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon yang terlibat didalam nya adalah
sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Terdapat 3 fase, yaitu :
- Fase Alarm (waspada)
- Fase Resistance (melawan)
- Fase Exhaustion (kelelahan)
Faktor-faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab
stress, yaitu :
- Faktor Individu
Biasanya yang menyebabkan diri individu
mengalami stress berasal dari keadaan atau kondisi keluarga,seperti salah pola
asuh, broken home, keadaan ekonomi yang sulit, serta kurangnya kecocokan dengan
aturan keluarga. Itu semua hanya sebagian kecil faktor individu yang
menyebabkan stress.
- Faktor Sosial
Seseorang
mengalami stress bukan hanya karena faktor individu saja, melainkan dikarenakan
faktor sosialnya juga. Faktor sosial yang dimaksud seperti disebabkan karena
bencana alam (gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, kebakaran, dan lain-lain).
Karena sebab-sebab itulah biasanya individu tersebut merasakan
goncangan yang sangat kuat dan jika individu tersebut tidak bias terima keadaan
tersebut maka akan menyebabkan seseorang mengalami stress.
B. Tipe-tipe stress
Tipe-tipe stress terbagi menjadi empat, yaitu :
- Tekanan
Biasanya tekanan muncul tidak hanya dalam diri sendiri,
mealinkan di luar diri juga. Karena biasanya apa yang menjadi pandangan kita
terkadang bertentangan dengan pandangan orang tua, itu yang terkadang menjadi
salah satu tekanan psikologis bagi seorang anak yang akan menimbulkan stress
pada anak tersebut.
- Frustasi
Suatu kondisi psikologis yang tidak menyenangkan sebagai
akibat terhambatnya seseorang dalam mencapai apa yang diinginkannya.
- Konflik
Perbedaan
pendapat, perbedaan cara pandang bahkan perbedaan pandangan dalam mencapai
suatu tujuan itu akan menimbulkan koflik. Biasanya tidak hanya konflik dengan
diri sendiri, banyak juga konflik ini terjadi antar beberapa orang, kelompok,
bahkna organisasi.
- Kecemasan
Khawatir, gelisah, takut dan perasaan semacamnya itu
merupakn suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami kecemasan. Biasanya kecemasan di
timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada
dirinya.
C. Symptom - Reducing Responses terhadap Stress
Kehidupan
akan terus berjalan seiring dengan brjalannya waktu. Individu yang mengalami
stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu
setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan
keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Mekanisme
Pertahanan Diri
- Indentifikasi
Suatu
cara yang digunakan individu untuk mengahadapi orang lain dengan membuatnya
menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain
tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen pembimbingnya
memiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah, dan sebagainya,
maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti dosennya.
- Kompensasi
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan dibidang
tertentu, tetapi mendapatkan kepuasaan dibidang lain. Misalnya Andi memiliki
nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olahraga yang ia
miliki sangat memuaskan.
- Overcompensation / Reaction Formatio
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang
tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta
melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama.
Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara,
beraksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara san menghiraukan
ajakan teman untuk mengobrol.
- Sublimasi
Sublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang
peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan
yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima
oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang
disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
- Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan
sifat-sifat bain sendiri pada objek diluar diri atau melemparkan kekurangan
diri sendiri pada orang lain. Mutu Proyeksi lebih rendah daripada
rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namu n ia
berkata temannya lah yang tidak menyukainya.
D. Pendekatan "Problem-Solving" terhadap Stress
Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan
metodebiofeddback, tekniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana
yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Tekhnik ini
menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai Feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat
lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendri. Berikan
sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan
pendekatan secara spiritual (mengarah pada Tuhan).
Strategi Coping untuk Mengatasi Stress
- Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) adalah istilah Lazurus untuk strategi kognitif untuk penanganan dtress atau coping yang digunakan oleh individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem focused coping)adalah isitlah Lazurus untuk strategi penanganan stress diaman individu memberikan respon terhadad situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penialaian defensif.
Strategi
Penanganan stress denagn mendekat dan menghindar
- Strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk mengahadapi penyebab stress tersebut dengan cara mengahadapi penyebabnya atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.
- Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.